Dicatat oleh Al Bazzar dalam Musnad-nya
(1048), Al ‘Athar dalam Juz-nya (52), Ath Thabrani dalam Mu’jam
Al Ausath (2093), dari jalan Hatim bin Laits,
حَاتِمُ بْنُ اللَّيْثِ
الْجَوْهَرِيُّ , قَالَ : نا يَحْيَى بْنُ حَمَّادٍ , قَالَ : نا أَبُو عَوَانَةَ
، عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ ، عَنْ
أَبِيهِ , قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” عَلَيْكُمْ
بِالرَّمْيِ ، فَإِنَّهُ خَيْرٌ لَعِبِكُمْ
“dari Hatim
bin Laits Al Jauhari, ia berkata: Yahya bin Hammad menuturkan
kepada kami, ia berkata: Abu ‘Awwanah menuturkan kepada kami,
dari Abdul Malik bin ‘Umair, dari Mush’ab bin Sa’ad,
dari ayahnya (Sa’ad bin Abi Waqqash radhiallahu ’anhu) ia
berkata, Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam bersabda: ‘hendaknya
kalian latihan menembak karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘”
Derajat
Hadits
Hadits
ini gharib, tidak ada jalan lain selain jalan ini.
- Hatim bin
Laits Al Baghdadi Al Jauhari. Al Khathib berkata: “ia tsiqah tsabat mutqin hafidz“,
sebuah pernyata-an ta’dil yang tinggi derajatnya. Ad
Dzahabi berkata: “ia al hafidz al muktsir ats tsiqah”
- Yahya bin
Hammad. Abu Hatim Ar Razi berkata: “ia tsiqah”.
Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah, ahli ibadah”.
- Abu
‘Awwanah Al Wadhah bin Abdillah. Abu Hatim Ar Razi
berkata: “kitabnya shahih, namun jika ia menyampaikan hadits dari
hafalannya, sering salah. ia statusnya shaduq dan tsiqah.
ia lebih bagus hafalannya dari Hammad bin Salamah”. Ibnu Hajar berkata:
“ia tsiqah tsabat“.
- Abdul
Malik bin ‘Umair Al Farsi. Abu Hatim Ar Razi berkata: “shalihul
hadits namun hafalannya berubah sebelum wafatnya”. An Nasa-i
berkata: “laysa bihi ba’san“. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah,
fasih, alim, namun hafalannya berubah dan terkadang melakukan tadlis“.
- Mush’ab
bin Sa’ad bin Abi Waqqash. Ibnu Hajar berkata: “ia tsiqah,
sering memursalkan hadits dari Ikrimah”. Adz Dzahabi berkata: “ia tsiqah“.
Dari
data di atas, nampaknya permasalahan ada pada Abdul Malik bin ‘Umair Al
Farsi. Al Albani menyatakan: “Abdul Malik bin ‘Umair hafalannya berubah
sebelum wafatnya sehingga aku men-jazm-kan keshahihan sanad ini.
Adapun
tentang ia disifati dengan tadlis, ini masih bisa ditoleransi
karena hanya sedikit saja tadlis yang ia lakukan. Sebagaimana diisyaratkan oleh
Ibnu Hajar dengan perkataan beliau ‘terkadang melakukan tadlis‘”.
Pernyataan
beliau juga sejalan dengan yang diisyaratkan dalam komentar Al Mundziri tentang
hadits ini: “diriwayatkan oleh Al Bazzar dan Ath Thabrani dalam Al
Ausath, dan sanadnya jayyid qawiy” (At Targhib, 2/170).
Sehingga tidak ada masalah yang tersisa pada Abdul Malik bin ‘Umair Al
Farsi, dengan demikian ia tsiqah.
Kesimpulannya,
derajat hadits ini shahih (diringkas dari Silsilah Ash Shahihah,
2/204-205).
Faidah
Hadits
1.
Al-Munawi rahimahullah menjelaskan:
‘hendaknya kalian latihan menembak‘, yaitu dengan panah
‘karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘, maksudnya ia adalah lahwun yang paling baik bagi kalian. Asalnya, maknanya lahwun adalah relaksasi jiwa dengan melakukan sesuatu yang tidak ada tujuan khususnya. dan (dalam bahasa arab) alhaaniy asy syai-i dengan alif, artinya ‘hal itu telah menyibukkanku‘ (Faidhul Qadir, 4/340). Dari penjelasan Al Munawi ini, lahwun artinya sesuatu yang bisa merelaksasi jiwa dan menyibukkan.
‘hendaknya kalian latihan menembak‘, yaitu dengan panah
‘karena itu permainan yang paling bagus bagi kalian‘, maksudnya ia adalah lahwun yang paling baik bagi kalian. Asalnya, maknanya lahwun adalah relaksasi jiwa dengan melakukan sesuatu yang tidak ada tujuan khususnya. dan (dalam bahasa arab) alhaaniy asy syai-i dengan alif, artinya ‘hal itu telah menyibukkanku‘ (Faidhul Qadir, 4/340). Dari penjelasan Al Munawi ini, lahwun artinya sesuatu yang bisa merelaksasi jiwa dan menyibukkan.
2.
Makna ar ramyu secara
bahasa:
رَمَى الشيءَ : ألقاهُ
وقَذَفه
ramaa asy syai-a artinya ‘melempar sesuatu’
ويقال : رمَى عن القوس وعليها
رَميًا : أطلق سَهْمَهَا
jika dikatakan ramaa ‘anil quusi (busur panah) wa’alaiha
ramyan artinya ‘ia menembakkan anak panah’. (lihat Mu’jam Al
Washith) Sehingga yang dimaksud hadits ini adalah melempar atau menembakkan
sesuatu yang bisa menjadi senjata melawan musuh, termasuk disini memanah,
melempar tombak, termasuk juga menembak dengan pistol atau senapan dan
semacamnya. Andai dianggap menembak dengan pistol (atau alat penembak modern
lain) tidak termasuk ar ramyu maka tetap dapat di-qiyas-kan
dengannya karena memiliki illah yang sama. Wallahu’alam.
3.
Keutamaan skill menembak
atau melempar dan anjuran untuk memiliki skill tersebut secara
umum. Dalil-dalil lain tentang hal ini sangat banyak, diantaranya:
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir:
Dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir:
سمعتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ ، وهو على المنبرِ ،
يقول وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ . ألا إنَّ القوةَ
الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ . ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wa-sallam berkhutbah
di atas mimbar. Tentang ayat ‘dan persiapkanlah bagi mereka al quwwah
(kekuatan) yang kalian mampu‘ (QS. Al Anfal: 60) Rasulullah bersabda: ‘ketahuilah
bahwa al quwwah itu adalah skill menembak (sampai 3 kali)’” (HR. Muslim
1917)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
من تعلَّم الرميَ ثم نسِيَه ؛ فهي
نعمةٌ جحَدها
“Barangsiapa yang belajar menembak lalu ia melupakannya, maka
itu termasuk nikmat yang ia durhakai” (HR Ath Thabrani dalam Mu’jam Ash
Shaghir no.4309, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Targhib 1294)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
اللهْوُ في ثلاثٍ : تأديبُ فرَسِكَ
، و رمْيُكَ بِقوسِكِ ، و مُلاعَبَتُكَ أهلَكَ
“Lahwun (yang bermanfaat) itu ada tiga: engkau menjinakkan
kudamu, engkau menembak panahmu, engkau bermain-main dengan keluargamu”
(HR. Ishaq bin Ibrahim Al Qurrab [wafat 429H] dalam Fadhail Ar Ramyi no.13
dari sahabat Abud Darda’, dishahihkan Al Albani dalamShahih Al Jami’ 5498 )
4.
Keutamaan skill menembak
atau melempar dalam jihad fii sabiilillah. Dalil-dalil tentang hal
ini sangat banyak juga, diantaranya sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
إذا أَكثَبوكم – يعني أكثروكم –
فارموهُم ، واستبْقوا نَبْلَكم
“Jika mereka (musuh) mendekat (maksudnya jumlah mereka lebih
banyak dari kalian), maka panahlah mereka terus-menerus” (HR. Bukhari 3985)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ستفتح عليكم أرضون ويكفيكهم الله
فلا تعجز أحدكم أن يلهو بسهمه
“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah
mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian
merasa malas untuk memainkan panahnya” (HR. Muslim 1918)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن بلغَ بسَهْمٍ في سبيلِ اللَّهِ ، فَهوَ لَهُ درجةٌ في الجنَّة
فبلَّغتُ يومئذٍ ستَّةَ عشرَ سَهْمًا قالَ : وسَمِعْتُ رسولَ اللَّهِ يقولُ :
مَن رمى بسَهْمٍ في سبيلِ اللَّهِ فَهوَ عدلُ محرَّرٍ
“Barangsiapa yang menembak satu panah yang mengenai musuh dalam
jihad fii sabilillah, baginya satu derajat di surga. (Abu Najih As Sulami
-perawi hadits- berkata) Dan panahku hari ini mengenai musuh sebanyak 16x. Aku
juga mendengar Rasulullah bersabda: ‘Barangsiapa yang menembak satu panah
dalam jihad fii sabiilillah setara dengan memerdekakan budak‘” (HR. An
Nasa-i 3143, dishahihkan Al Albani dalam Shahih An Nasa-i)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن رمى العدُوَّ بسَهمٍ فبلغَ
سَهمُه العدوَّ أصابَ أو أخطأَ فعدلُ رَقَبةٍ
“Barangsiapa yang menembak satu panah kepada musuh baik kena atau
tidak kena, pahalanya setara dengan memerdekakan budak“”
(HR. Ibnu Majah 2286, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَن رَمَى بسهْمٍ في سبيلِ اللهِ ؛
كان له نورًا يومَ القيامةِ
“Barangsiapa yang menembak satu panah dalam jihad fii
sabilillah ia mendapat satu cahaya di hari kiamat kelak” (HR. Al Baihaqi
dalam As Sunan Al Kubra no.17035, dishahihkan Al Albani dalam Shahih
At Targhib 1292)
5.
Imam Nawawi ketika menjelaskan
hadits
ألا إنَّ القوةَ الرميُ
“ketahuilah bahwa al quwwah itu adalah skill menembak”
beliau menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah. Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata. Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan badan” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).
beliau menjelaskan: “Dalam hadits ini dan hadits-hadits lain yang semakna ada keutamaan skill menembak serta keutamaan skill militer, juga anjuran untuk memberi perhatian pada hal tersebut dengan niat untuk jihad fii sabiilillah. Termasuk juga latihan keberanian dan latihan penggunaan segala jenis senjata. Juga perlombaan kuda, serta hal-hal lain yang sudah dijelaskan sebelumnya. Maksud dari semua ini adalah untuk latihan perang, mengasah skill dan mengolah-ragakan badan” (Syarh Shahih Muslim, 4/57).
6.
Ali Al Qari ketika menjelaskan
hadits
ستفتح عليكم أرضون ويكفيكهم الله
فلا تعجز أحدكم أن يلهو بسهمه
“Kelak negeri-negeri akan ditaklukkan untuk kalian, dan Allah
mencukupkan itu semua atas kalian, maka janganlah salah seorang diantara kalian
merasa malas untuk memainkan panahnya”
beliau menjelaskan: “Al Muzhahir berkata, ‘maksudnya orang Romawi
sebagian besar dalam perang mereka menggunakan panah. Maka hendaknya kalian
belajar memanah sehingga bisa menandingi orang Romawi lalu Allah akan membuka
negeri Romawi untuk kalian dan mencegah keburukan orang Romawi atas kalian. Dan
jika Romawi sudah ditaklukkan, janganlah tinggalkan latihan memanah dengan
berkata, kita sudah tidak butuh lagi skill memanah untuk
memerangi mereka. Jangan begitu, bahkan pelajarilah terus-menerus skill memanah
karena itu akan kalian butuhkan selamanya’.
Al Asyraf berkata, ‘Tidak selayaknya kalian malas belajar memanah sampai tiba waktunya untuk menaklukan negeri Romawi, maka Allah pasti menolong kalian untuk menaklukannya. Ini adalah dorongan dari Rasulullah Shalawatullah ‘alaihi untuk berlatih memanah. Artinya, bermain-main dengan panahan itu tidak terlarang’.
Ath Thibi berkata, ‘Nampaknya pandangan yang kedua lebih tepat karena huruf fa dalam kalimat فلا يعجز adalah fa sababiyyah. Seolah-olah beliau berkata, Allah Ta’ala sebentar lagi akan membukan negeri Romawi untuk kalian dan mereka itu ahli memanah. Dan Allah akan mencegah makar mereka atas kalian dengan sebab skill memanah kalian. Oleh karena itu janganlah kalian malas untuk menyibukkan diri dengan panah kalian. Artinya, hendaknya kalian bersemangat dalam perkara panah-memanah, berlatihlah dan pegang skill tersebut dengan gigi geraham. Sampai ketika tiba waktunya untuk memerangi Romawi, kalian sudah hebat dalam hal itu’. Sebab dianjurkan menjadikan panahan sebagai lahwun karena adanya kecenderungan untuk menyukai latihan memanah juga menyukai pertandingan dan perlombaan memanah. Karena jiwa manusia itu punya kecenderungan besar kepada perkara-perkara lahwun” (Mirqatul Mafatih, 6/2499).
Al Asyraf berkata, ‘Tidak selayaknya kalian malas belajar memanah sampai tiba waktunya untuk menaklukan negeri Romawi, maka Allah pasti menolong kalian untuk menaklukannya. Ini adalah dorongan dari Rasulullah Shalawatullah ‘alaihi untuk berlatih memanah. Artinya, bermain-main dengan panahan itu tidak terlarang’.
Ath Thibi berkata, ‘Nampaknya pandangan yang kedua lebih tepat karena huruf fa dalam kalimat فلا يعجز adalah fa sababiyyah. Seolah-olah beliau berkata, Allah Ta’ala sebentar lagi akan membukan negeri Romawi untuk kalian dan mereka itu ahli memanah. Dan Allah akan mencegah makar mereka atas kalian dengan sebab skill memanah kalian. Oleh karena itu janganlah kalian malas untuk menyibukkan diri dengan panah kalian. Artinya, hendaknya kalian bersemangat dalam perkara panah-memanah, berlatihlah dan pegang skill tersebut dengan gigi geraham. Sampai ketika tiba waktunya untuk memerangi Romawi, kalian sudah hebat dalam hal itu’. Sebab dianjurkan menjadikan panahan sebagai lahwun karena adanya kecenderungan untuk menyukai latihan memanah juga menyukai pertandingan dan perlombaan memanah. Karena jiwa manusia itu punya kecenderungan besar kepada perkara-perkara lahwun” (Mirqatul Mafatih, 6/2499).
7.
Islam sangat menganjutkan umatnya
untuk memiliki skill yang dapat digunakan untuk melawan musuh.
8.
Bermain itu perkara mubah, namun
hendaknya memilih permainan yang bermanfaat dalam pandangan syar’i.
Wallahu’alam
bis shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar