PENCARIAN

23 Februari 2015

Hapus Fotomu di Facebook Wahai Muslimah

Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh..
Alhamdulillah, wassholatuwassalamu`ala rasulillah..

Segala puji bagi Allah rabb semesta alam yang telah memberikan kita kesempatan untuk hidup dan beramal shalih di dunia ini. Sholawat dan salam kita haturkan buat Nabi Junjungan kita Muhammad Shallallahu `alahi wassalam, keluarga, para sahabatnya, beserta orang - orang yang mengikutinya hinga akhir zaman.

Malam ini kita akan membahas salah satu ilmu sihir yang sangat akrab di telinga kita, yakni pelet. Mengenai cara kerjanya telah kami jelaskan sebelumnya di catatan kami.....

Akhir - akhir ini, banyak sekali wanita muslimah yang memajang fotonya di facebook, baik sebagai foto profil atau hanya sekedar disimpan di galeri foto facebook. Apakah hal ini berbahaya ?? Yah, jelas sekali sangat berbahaya !!!
Ada beberapa cara yang dapat ditempuh seorang lelaki untuk memelet wanita, diantaranya:

1. Dengan menggunakan minyak pelet
--->>> Caranya adalah, si pria mencolekkan minyak pelet ke korban wanita atau si pria menyalam wanita, dimana di tangannya telah ia oleskan minyak pelet.
2. Dengan menggunakan barang - barang yang dimiliki wanita
--->>> Caranya adalah dengan cara mengambil barang milik wanita, semisal celana dalamnya, kemudian celana dalam itu dimantrai sehingga wanita itu akan tergila - gila padanya.
3. Menggunakan Matra Pemikat
--->>> Caranya adalah dengan mewiridkan mantra pemikat yang didalam mantra itu telah di sisipkan nama wanita tersebut.
4. Menggunkan Jebakan
--->>> Caranya, si pria akan meletakkan benda sihir di tempat yang sering dilalui oleh si wanita, kemudian ketika wanita itu menginjak atau melangkahi benda sihir itu, dia akan dimabuk cinta kepada si pria.
5. Menggunakan Foto
--->>> Nah, diantara cara - cara di atas, cara inilah yang paling gampang dilakukan. Sebelum menjelaskannya lebih lanjut saya akan ceritakan sedikit pengalaman saya tentang pelet ini. Sebagaimana sudah diketahui secara umum, dahulunya saya adalah seorang para normal yang mulai belajar ilmu perdukunan semenjak SMA. Ketika itu, sangatlah banyak cara memelet wanita yang saya ketahui dan salah satunya adalah dengan media foto. Bagaimana ini bekerja ? Pertama, saya akan mencari foto wanita yang saya suka, kemudian saya ambil pusaka yang berisi jin piaraan saya, lalu saya letakkan di atas foto. Kemudian, saya akan rapalkan sedikit mantra sambil menatap tajam foto itu dan membayangkan bahwa wanita itu akan sangat mencintai saya. Kemudian,.selesai..dan lihat sendiri efeknya. Atau cara lainnya, saya ambil foto wanita itu, saya rapalkan mantra pengundang mimpi, lalu fotonya saya taruh di bawah bantal, dan di malam harinya ketika wanita itu tertidur dia akan bermimpi berhubungan badan dengan saya. Setelah berulang kali saya lakukan hal itu, maka secara otomatis wanita itu akan sangat tergila - gila pada saya. Bagaimana, mudahkan cara kerjanya ???

Lantas sebenarnya bagaimana pelet melalui media foto itu bisa bekerja ? Ia bekerja dengan adanya jin suruhan yang saya kirimkan untuk mempengaruhi fikiran si korban agar nama saya selalu terngiang di telinganya. Kemudian, saya akan memanfaatkan `ain ( pandangan mata buruk ) kepada wanita tersebut untuk memperkuat jin itu dalam melaksanakan tugasnya.  Ain ialah pandangan pada sesuatu dengan perasaan kagum, dicampur dengan rasa hasad, yang menyebabkan terjadi kemudaratan terhadap yang dilihat itu.

Sebagaimana sabda Rasulullah,
Dari Ibnu Abbas dari Nabi - shallallaahu ’alaihi wasallam- beliau bersabda, ‘ain adalah nyata, dan seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir niscaya ‘ain mendahuluinya. Jika kalian diminta untuk mandi, maka mandilah.” (HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).

Juga telah dijelaskan dalam Musnad Imam Ahmad “Al-Ain adalah benar yang didatangkan oleh syaitan, dan oleh kehasadan anak Adam”.

Ada sebuah kisah tentang bahaya `ain yang telah dijelaskan dalam Shahih Muslim,

“Bahwa Rasulullah -shallallaahu ’alaihi wasallam- keluar beserta orang-orang yang berjalan bersamanya menuju Makkah, hingga ketika sampai di daerah Khazzar dari Juhfah, Sahl bin Hanif mandi. Ia seorang yang berkulit putih serta elok tubuh dan kulitnya. Lalu Amir bin Rabi`ah, saudara Bani Adi bin Ka`b melihatnya, dalam keadaan sedang mandi, seraya mengatakan, ‘Aku belum pernah melihat seperti hari ini kulit yang disembunyikan.’ Maka Sahl pingsan. Lalu ia dibawa kepada Nabi -shallallaahu ’alaihi wasallam- lantas dikatakan kepada beliau, ‘Wahai Rasulullah, mengapa Shal begini. Demi Allah, ia tidak mengangkat kepalanya dan tidak pula siuman.’ Beliau bertanya, ‘Apakah kalian mendakwa seseorang mengenainya?’ Mereka menjawab, ‘Amir bin Rabi’ah telah memandangnya.’ Maka beliau -shallallaahu ’alaihi wasallam- memanggil Amir dan memarahinya, seraya bersabda, ‘Mengapa salah seorang dari kalian membunuh saudaranya. Mengapa ketika kamu melihat sesuatu yang mengagumkanmu, kamu tidak mendoakan keberkahan (untuknya)?’ Kemudian beliau bersabda kepadanya, ‘Mandilah untuknya.’ Lalu ia membasuh wajahnya, kedua tangannya dan kedua sikunya, kedua lututnya dan ujung kedua kakinya, dan bagian dalam sarungnya dalam suatu bejana. Kemudian air itu diguyurkan di atasnya, yang diguyurkan oleh seseorang di atas kepalanya dan punggungnya dari belakangnya. Ia meletakkan bejana di belakangnya. Setelah melakukan demikian, Sahl bangkit bersama orang-orang tanpa merasakan sakit lagi.” (HR. Muslim, no. 2188, kitab as-Salam).

Itulah kisah tentang bahaya penyakit `ain yang padahal di sana tidaklah ada maksud buruk dari Amir untuk mencelakai Sahl. Lantas begaimana jika seseorang itu menatap orang lain dengan niat jahat.!!!??

Saudariku, tahukah engkau, ketika saya jadi dukun dulu saya sangatlah yakin, andai saja saya punya foto seorang wanita, maka saya bisa mendapatkan wanita tersebut !!!

Demikianlah bahaya dari pelet yang menggunakan gabungan kerja antara pemanfaatan jin dan `ain, sungguh sangat berbahaya. Demi Allah saya yakin banyak dukun di luar sana yang mempunyai kemampuan seperti yang pernah saya punya dulu. Oleh sebab itu saudariku yang sangat kucintai dan kusayangi karena Allah, Janganlah pampangkan fotomu di facebook, Sungguh itu sangat berbahaya buatmu sadariku...!!!

Tidak lain tulisan ini saya buat adalah sebagai bentuk rasa peduli dan cinta saya kepada segenap kaum muslimah. Saya sangat miris ketika mendengar kabar ada seorang wanita yang stress atau gila karena tergila - gila pada seorang pria akibat pelet yang dilancarkannya. Selain itu, bagi yang berumah tangga, jauhilah memampang foto di facebook, karena akan mudah seseorang yang ada hasad di hatinya untuk menghancurkan keluargamu melalui foto tersebut.

Akhir kata, semoga bermanfaat,..
Assalamu`alaikum warahmatullahi wabarakatuh...

16 Februari 2015

BUKTI NYATA AKAN BODOHNYA ORANG-ORANG YANG GHULUW (Bagian Terakhir)

Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani menyampaikan bukti nyata akan bodohnya orang-orang yang ghuluw. Sebelumnya, pada pembahasan bagian pertama, beliau telah menjelaskan keadaan di mana langkanya para ulama yang berkecimpung dalam dunia jihad, sementara perang terus mengikis jumlah para ulama dan penuntut ilmu.

Pada bagian kedua, beliau menyampaikan beberapa perkataan para ulama yang berkenaan dengan orang yang berperang di bawah panji kekafiran untuk membela orang-orang kafir, di mana perkataan-perkataan tersebut menjadi bukti akan bathilnya vonis kafir terhadap orang yang berperang di bawah panji sunnah atau panji Islam yang terdapat kekurangan di dalamnya.

Bukti ini juga membantah mereka yang mengkafirkan para pejuang, yang berperang di bawah panji-panji Islam, hanya karena sesuatu yang tidak jelas dan prasangka yang tidak bisa dibuktikan dengan hukum syariat.

Pada pembahasan bagian ketiga dan yang terakhir ini, Syaikh Al-Qahthani memberikan penjelasan mengenai kehormatan kaum muslimin dan darah mereka serta mengenai reputasi jihad terkait tindakan mujahidin yang harus dilakukan sesuai syariat.

Selain itu, beliau juga menyampaikan nasehat kepada setiap saudara mujahidin dimanapun berada berkaitan dengan urusan darah yang tidak ada yang boleh menumpahkannya walau hanya setetes kecuali ada dasar dari nash yang jelas dan terang. Berikut terjemahan lanjutan penjelasan Syaikh Al-Qahthani tersebut, yang dipublikasikan oleh Muqawamah Media pada Rabu (28/1/2015).

BUKTI NYATA AKAN BODOHNYA ORANG-ORANG YANG GHULUW

(Bagian Terakhir)

Oleh : Syaikh Abu Mariyah Al-Qahthani
بسم الله الرحمن الرحيم

Setelah kami menukil perkataan-perkataan di atas, kami ingin mengingatkan engkau akan kehormatan kaum muslimin dan darah mereka. Hendaknya engkau bertaqwa kepada Allah dalam berinteraksi dengan kaum muslimin; karena kami tidak berangkat berperang untuk menegakkan panji kelompok kami, golongan kami dan faksi kami; hendaknya kita semua bertaqwa kepada Allah. Syaikh Ath-Tharthusi berkata di dalam tulisan nasehat beliau kepada para mujahidin:

“Kami merasa terkejut setiap saat dengan adanya beberapa sikap, perbuatan dan tindakan yang salah serta memalukan yang mengatas namakan jihad dan mujahidin. Tindakan tersebut mengakibatkan tumpahnya darah orang-orang yang tak bersalah dan terampasnya kehormatan orang-orang yang diberikan keamanan tanpa alasan yang benar atau bukti.

Sehingga reputasi jihad serta mujahidin menjadi negatif, akibatnya semua orang memboikot jihad dan menganggap bahwa tujuan dari panggilan jihad adalah untuk melakukan tindakan atau perbuatan salah yang tidak bertanggung jawab dan tidak syari. Sehingga menjadi sulit bagi kita untuk terus mengumandangkan jihad seperti yang diajarkan oleh islam, yaitu jihad yang murni, jelas, transparan dan tanpa ada persepsi-persepsi serta pemahaman-pemahaman yang keliru di dalam otak mereka yang disebabkan oleh praktek-praktek semacam itu.

Karenanya kami merasa harus untuk memberikan nasehat, karena agama ini adalah nasehat. Kepada setiap saudara mujahid dimanapun dia berada, apapun bahasa dan kebangsaannya, yang telah bertekad untuk berjihad di jalan Allah dengan ikhlas.. ketahuilah wahai saudaraku mujahid, sesungguhnya urusan yang berkaitan dengan darah adalah urusan yang besar. Kehormatannya sangat urgen, tidak ada yang boleh menumpahkannya walau hanya setetes kecuali ada dasar dari nash yang jelas dan terang; maksudnya tidak boleh menerapkan asa praduga dalam membunuh atau dalam menangani urusan darah. Karena pembunuhan sama seperti vonis kafir, tidak boleh ada yang berani melakukannya kecuali ada dasar dari nash yang jelas – terbebas dari kontradiksi – dan meyakinkan, maka begitu pula dalam urusan membunuh. Allah Ta’ala berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا ضَرَبۡتُمۡ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَتَبَيَّنُواْ

‘Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, Maka telitilah..’ [An Nisa': 94]

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda di dalam sebuah hadits yang Muttafaq Alaihi:

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ الثَّيِّبُ الزَّانِي وَالنَّفْسُ بِالنَّفْسِ وَالتَّارِكُ لِدِينِهِ الْمُفَارِقُ لِلْجَمَاعَةِ

‘Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini; seorang janda yang berzina, seseorang yang membunuh orang lain dan orang yang keluar dari agamanya, memisahkan diri dari Jama’ah (murtad).’ [HR. Muslim No.3175].

Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sendiri menerangkan arti kata: ‘orang yang memisahkan diri dari jamaah’ sebagai orang yang murtad dari agama, hal ini seperti yang disebutkan di dalam sebuah riwayat shahih lainnya:

لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلَّا فِي إِحْدَى ثَلَاثٍ رَجُلٌ زَنَى وَهُوَ مُحْصَنٌ فَرُجِمَ أَوْ رَجُلٌ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ رَجُلٌ ارْتَدَّ بَعْدَ إِسْلَامِهِ

‘Tidaklah halal darah seorang muslim, kecuali pada salah satu dari tiga hal: seseorang yang berzina dan ia (telah menikah), maka ia harus dirajam. seseorang yang membunuh orang lain tanpa hak, atau seseorang yang murtad setelah ia memeluk Islam..’ [HR. Ibnu Majah No.2524].

Jadi beliau menafsirkan kata ‘orang yang memisahkan diri dari jamaah’ sebagai ‘murtad dari agama setelah masuk islam’, penafsiran yang mulia ini sekaligus membantah penakwilan dari orang-orang ghuluw yang mengartikan ‘orang yang memisahkan diri dari jamaah’ sebagai orang yang memisahkan diri dari jamaah mereka, meskipun orang tadi kemudian bergabung ke jamaah islam lainnya!

Di dalam hadits lain yang membantah orang-orang yang memperluas lingkup pembunuhan – tanpa berdasarkan ilmu dan dalil – dengan alasan ingin memberikan hukuman ta’zir![1] Padahal di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda:

لَا يُجْلَدُ فَوْقَ عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلَّا فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّهِ

‘Tidak boleh didera lebih dari sepuluh kali kecuali dalam salah satu hukuman Allah (dalam masalah had).’[HR. Tirmidzi No.1383].

At Tirmidzi berkata di dalam Sunan-nya:

‘Para ulama berselisih dalam masalah ta’zir, dan riwayat yang paling baik tentang ta’zir adalah hadits ini.’

Coba bayangkan, apabila hukuman ta’zir tidak boleh melampaui sepuluh kali cambukan berdasarkan nashhadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, lalu bagaimana bisa menurut pendapatmu hukumannya bisa melebihi had memotong leher dan anggota badan, menumpahkan darah dan melanggar kehormatan!?

Apabila hal ini telah jelas bagimu, maka ketahuilah bahwa Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya. Dan membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah tanpa alasan yang benar merupakan salah satu dosa terbesar yang konsekuensinya adalah mendapatkan kemurkaan, laknat dan adzab yang pedih dari Allah. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا ٩٣

‘Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.’[An Nisa': 93].

Di dalam sebuah hadits shahih, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ…

‘Hendaklah kalian menghindari tujuh dosa yang dapat menyebabkan kebinasaan.’ Dikatakan kepada beliau, Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah? Beliau menjawab: ‘Dosa menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haq..’ [HR. Muslim No.129].

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ

‘Seorang muslim (yang sejati) adalah orang yang mana kaum muslimin lainnya selamat dari (bahaya) lisan dan tangannya.’ [HR. Muslim No.58].

Dan:

الْمُؤْمِنُ مَنْ أَمِنَهُ النَّاسُ عَلَى أَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ الْخَطَايَا وَالذُّنُوبَ

‘Seorang mukmin adalah orang yang membuat orang lain merasa aman atas harta dan jiwa mereka. Dan seorang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan kesalahan dan perbuatan dosa.’ [HR. Ibnu Majah No.3924].

Mafhum mukhalafah dari hadits di atas menunjukkan bahwa orang yang membuat kaum muslimin tidak merasa aman atas harta dan jiwa mereka, dan tidak selamat dari bahaya lisan dan tangannya, maka ia bukanlah orang islam atau orang yang beriman.

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ

‘Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya..’ [HR. Muslim No.4650].

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

مَنْ حَمَلَ عَلَيْنَا السِّلَاحَ فَلَيْسَ مِنَّا رَوَاهُ أَبُو مُوسَى عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

‘Barangsiapa menghunuskan kepada kami, maka bukan golongan kami.’ [HR. Bukhari No.6366].

Ibnu Hajar berkata di dalam Fathul Baari (13/24):

‘maksudnya adalah bukan golongan kami, atau bukan pengikut golongan kami, karena di antara hak seorang muslim atas muslim lainnya adalah menolongnya dan berperang di sisinya, bukan menakutinya dengan menghunuskan senjata kepadanya karena ingin memerangi atau membunuhnya..’ hingga perkataan beliau:

‘Yang paling utama menurut kebanyakan para salaf adalah menyebutkan suatu kabar (hadits) tanpa ada pertentangan terhadap penafsirannya.’

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

لَقَتْلُ مُؤْمِنٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ زَوَالِ الدُّنْيَا

‘..sungguh terbunuhnya seorang mukmin lebih besar disisi Allah daripada hilangnya dunia.’ [HR. An-Nasai No.3921].

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَغْفِرَهُ إِلَّا الرَّجُلُ يَمُوتُ كَافِرًا أَوْ الرَّجُلُ يَقْتُلُ مُؤْمِنًا مُتَعَمِّدًا

‘Semua dosa akan diampuni oleh Allah kecuali seorang laki-laki yang meninggal dalam keadaan kafir atau seorang laki-laki yang membunuh mukmin lainnya dengan sengaja.’ [HR. Ahmad].

أَبى الله أنْ يَجْعَلَ لِقَاتِلِ المُؤمِنِ تَوْبَةً

‘Allah enggan menerima taubat seorang pembunuh orang yang beriman.’ [Shahih Al-Jami’].

لَنْ يَزَالَ الْمُؤْمِنُ فِي فُسْحَةٍ مِنْ دِينِهِ مَا لَمْ يُصِبْ دَمًا حَرَامًا

‘Seorang mukmin masih dalam kelonggaran agamanya selama dia tak menumpahkan darah haram tanpa alasan yang dihalalkan.’ [HR. Bukhari No.6355].

مَنْ قَتَلَ رَجُلًا مِنْ أَهْلِ الذِّمَّةِ لَمْ يَجِدْ رِيحَ الْجَنَّةِ وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ سَبْعِينَ عَامًا

‘Barang siapa membunuh seseorang dari ahli dzimmah maka dia tidak akan mendapatkan bau Surga padahal baunya tercium dari jarak perjalanan tujuh puluh tahun.’ [HR. Nasai No.2138].

مَنْ قَتَلَ نَفْسًا مُعَاهِدَةً بِغَيْرِ حِلِّهَا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ أَنْ يَشُمَّ رِيحَهَا

‘Barang siapa membunuh orang kafir mu’ahid tak pada waktu halalnya maka Allah mengharamkan baginya untuk mencium bau Surga.’ [HR. Nasai No.4667].

Saya katakan: apabila ini adalah keadaan orang yang membunuh seorang ahli dzimmah atau seorang kafir mu’ahid, lalu bagaimana halnya dengan orang yang membunuh kaum muslimin dan orang-orang mukmin yang hidup aman di rumah mereka, pasar mereka dan tempat kerja mereka?!

Beliau Shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda:

إِنَّ الْمَلائِكَةَ تَلْعَنُ أَحَدَكُمْ ، إِذَا أَشَارَ إِلَى أَخِيهِ بِحَدِيدَةٍ ، وَإِنْ كَانَ أَخَاهُ لأَبِيهِ وَأُمِّهِ

‘Sesungguhnya malaikat melaknat salah seorang dari kalian jika ia memberi isyarat kepada saudaranya (untuk menakutinya) dengan sebatang besi meskipun orang yang ditakut-takuti itu adalah saudara kandung.’

Padahal itu hanya diniatkan untuk bercanda dan bermain-main saja, lalu bagaimana dengan orang yang menodongkan pistol, senapan, bom dan senjata-senjata mematikan lainnya dengan serius untuk menakut-nakuti kaum muslimin dan orang-orang yang beriman? Tidak diragukan lagi bahwa ini lebih pantas mendapatkan laknat, ancaman, pengusiran dari rahmat Allah.

Semua ayat Alquran dan hadits Nabi yang telah disebutkan di atas merupakan pelajaran, peringatan dan anjuran bagi setiap orang yang menodongkan senjatanya dengan mengatasnamakan jihad untuk bertaqwa kepada Allah. Sehingga ia bisa menjaga dirinya, senjatanya, umatnya, dan kaum muslimin dari kalangan rakyat sipil yang ada di sekitarnya. Ia tidak boleh menjadikan alasan ingin membunuh orang-orang kafir lantas ia juga membunuh wanita, anak-anak serta puluhan orang islam yang ada di rumah dan pasar mereka dalam keadaan aman. Karena sudah jelas bahwa membunuh seorang muslim tanpa alasan yang benar lebih besar di mata Allah dibandingkan hilangnya dunia secara keseluruhan. Bagaimana bisa engkau merasa senang menghilangkan dunia secara keseluruhan serta tindakan yang lebih besar darinya, yaitu membunuh orang yang melakukan kejahatan atau membunuh orang kafir?!!!”

Hingga perkataan beliau:

“Jika engkau menginginkan ganjaran dan pahala jihad, maka ketahuilah bahwa tidak ada jihad bagi siapa saja yang menyakiti seorang mukmin ketika ia berjihad, di dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa sang komandan mujahidin dan imam para rasul, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam telah bersabda:

مَنْ ضَيَّقَ مَنْزِلًا أَوْ قَطَعَ طَرِيْقًا أَوْ آذَى مُؤْمِنًا فَلَا جِهَادَ لَهُ

‘Siapa yang menyakiti seorang mukmin, maka tidak ada jihad baginya.’ [HR. Ahmad di shahihkan Al-Albani]

Lalu bagaimana denganmu, sedangkan engkau telah menyakiti dan menakuti puluhan, bahkan ratusan kaum muslimin dan orang-orang yang beriman – yang kalian tidak tahu kondisi mereka, atau bahkan mereka jauh lebih mulia dari pada dirimu – disebabkan bom yang engkau luncurkan secara sembrono dengan mengatasnamakan jihadmu yang palsu!…”

Beliau juga berkata:

“Engkau berjihad di jalan Allah untuk menjaga umat dari kekufuran dan kezhaliman thaghut, untuk mempertahankan kehormatan dan hak-hak rakyat, dan untuk meraih tujuan-tujuan syariat yang menjadi sebab diutusnya para Rasul dan Nabi serta disyariatkannya jihad.. dan bukan untuk melanggar kehormatan orang-orang yang hidup dengan aman, serta menebarkan ketakutan dan kerusakan, serta menghilangkan hak-hak para hamba Allah.”

Beliau melanjutkan:

“Biarkan saja orang-orang kafir yang nyawanya tidak ada nilainya itu – yaitu orang-orang yang tidak memiliki kekuatan dan pengaruh – serta orang-orang yang engkau ragukan kekafiran dan keadaannya, engkau seharusnya membunuh para dedengkot orang kafir, yaitu para thaghut pemerintahan yang terang-terangan memusuhi dan memerangi islam dan kaum muslimin.. apabila engkau tidak mampu untuk membunuh para dedengkot orang kafir dan para thaghut, maka janganlah terjerumus ke dalam hal yang dilarang, teguhkanlah hatimu, bersabarlah dan teruslah mengintai mereka. Ketahuilah bahwa urusan ini tidak akan beres kecuali jika dijalankan oleh rajulun makits (mujahid yang matang dan teguh hati, teliti dan tidak mudah terprovokasi dan diperdayai oleh musuh), orang yang banyak bersabar dan sedikit keinginannya.

Jangan sampai.. sekali lagi jangan sampai engkau menyibukkan dirimu dengan urusan yang belum jelas bagimu padahal sudah ada urusan yang jelas di hadapanmu. Karena menerapkan hukuman pembunuhan dan meletakkan pedang di leher orang islam yang suka bermaksiat merupakan kebiasaan ghulat khawarij dan anjing-anjing neraka sebagaimana yang telah digambarkan oleh Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ

‘…mereka membunuh pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala.’ [HR. Bukhari No.3095].

Maka bertaqwalah kepada Allah wahai saudaraku mujahid, janganlah mengacaukan jihad dan para mujahidin, dan ketahuilah bahwa sebelum engkau mengangkat senjata, engkau harus mempelajari bagaimana cara mengangkat senjata, siapa yang harus engkau todongkan senjatamu, kapan engkau menembakkan senjata, dimana engkau meletakkan senjata, dan kepada siapa senjata harus disembunyikan.. jadi sebagaimana engkau telah diperintahkan, engkau harus mengambil pedoman dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, engkau juga diperintahkan untuk mengadopsi tata cara jihad dan membunuh musuh dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam serta apa saja yang berkaitan dengannya, mulai dari hukum-hukumnya sampai fiqhnya, tanpa ada sedikitpun pelanggaran walaupun hanya sedikit,

مَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ

‘…apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah…’ [Al Hasyr: 7]

Biarkan saja perkataan para penguasa kafir dan sekuler seperti Mau Tse Tung, Guevara dan Castro mengenai dirimu, karena mereka semua adalah thaghut yang tidak akan mendatangkan apapun kecuali keburukan, dan kami akan senantiasa mendoakanmu agar dijauhi dari segala keburukan.”

Saya katakan: Maha Suci Allah, lihatlah perkataan para ulama yang mencari jihad namun mereka tidak hanya berdiri di pinggir arena saja; karena mereka adalah bagian dari mujahidin yang menyuarakan kalimat kebenaran dan tidak takut dengan celaan orang yang mencela.

Kami ingin menambahkan satu bait lagi di dalam syair ini; Syaikh Abu Muhammad Al Maqdisi berkata:

Adapun para mukhalif yang menciptakan ancaman terhadap para mujahidin; di antara mereka adalah jamaah-jamaah ghuluw dan ifrath yang mencela ahlul haq karena sikap mereka yang netral, bahkan mereka mengkafirkan ahlul haq karenanya, bahkan bisa saja mereka menghalalkan darah, harta dan kehormatan mereka karena hal itu. Mereka menyingkirkan ahlul haq dan menyibukannya dengan konflik-konflik antar sesama yang sepele dan tak bermanfaat. Sedangkan orang yang berakal tidak akan tersingkir karena ulah mereka dan tidak akan terganggu dengan sikap gaduh mereka.

Ibnu Jarir dan yang lainnya telah meriwayatkan bahwa seorang lelaki Khawarij memanggil Ali Radhiyallahu Anhu ketika beliau tengah melaksanakan shalat fajar, dia berkata:

وَلَقَدۡ أُوحِيَ إِلَيۡكَ وَإِلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكَ لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ ٦٥

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu:” Jika kamu mepersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” [Az Zumar: 65]

Maka Ali Radhiyallahu Anhu menjawabnya sedang ia dalam shalat.

فَٱصۡبِرۡ إِنَّ وَعۡدَ ٱللَّهِ حَقّٞۖ وَلَا يَسۡتَخِفَّنَّكَ ٱلَّذِينَ لَا يُوقِنُونَ ٦٠

“Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekali-kali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat Allah) itu mengelisahkan kamu” [Ar Ruum: 60].” [sampai di sini perkataan beliau, silahkan kaji di kitab Waqfaat Ma’a Tsamarat Al-Jihad: 126]

Syaikh Al-Maqdisi – semoga Allah segera membebaskan beliau – juga berkata:

Waspada terhadap berbagai kekeliruan yang banyak terjadi di dalam masalah vonis kafir:

    Tidak membedakan antara vonis kafir muthlaq dengan vonis kafir mu’ayyan atau antara kufur nau’ dengan kufur ‘ain.
    Vonis kafir berdasarkan kaidah “hukum asal pada manusia adalah kafir” karena negeri ini adalah negeri kafir.
    Tidak membolehkan shalat bermakmum di belakang orang muslim yang tidak diketahui keadaannya hingga diketahui aqidahnya.
    Vonis kafir karena sekedar memuji orang-orang kafir atau mendoakan sebagian mereka tanpa rincian.
    Mengkafirkan orang yang tidak membai’at imam tertentu.
    Pembatasan firqah najiyah hanya pada kumpulan, jamaah atau partai atau kelompok tertentu di antara umum kaum muslimin.
    Vonis kafir berdasarkan nash-nash mengenai vonis kafir yang muhtamil dilalat (mengandung banyak makna) dan bukan qath’i (pasti).
    Vonis kafir berdasarkan ucapan-ucapan atau perbuatan-perbuatan yang mengandung banyak makna tanpa memandang maksud orang yang mengucapkannya atau yang melakukannya.
    Tidak membedakan antara syi’ar-syi’ar kekafiran dan sebab-sebabnya yang nampak jelas, dengan sarana-sarana penghantar atau tanda-tandanya yang tidak cukup untuk memastikan vonis kafir dengan sendirinya.
    Vonis kafir dengan syubhat dan praduga tanpa ada klarifikasi serta tidak memperhatikan jalur pembuktian yang syar’i, dan mengharuskan hukum kafir walaupun si tertuduh mengelak, ada dua peringatan:

    
        Disyaratkan harus ada kejelasan yang sempurna dalam vonis kafir tanpa ada tahdzir.
        Harus menghukumi dengan cermat.
    Penggunaan kaidah siapa yang tidak mengkafirkan orang kafir maka dia kafir tanpa ada rincian.
    Vonis kafir berdasarkan konsekuensi dari ucapan (lazim qaul).
    Vonis kafir terhadap orang yang mati dalam keadaan berdosa dan ia belum bertaubat
    Gegabah dan tidak membedakan antara vonis kafir terhadap orang yang memiliki ashlu al iman (pokok atau dasar keimanan) atau pembatalnya. Dengan vonis kafir terhadap orang yang memiliki al-iman al-wajib dan al-iman al-mustahab[2], ada 5 peringatan penting dalam poin ini:

    
        Sesungguhnya vonis kafir hanya ditujukan kepada cabang-cabang keimanan yang tampak, yang mana itu merupakan asasnya.
        Kebanyakan nash yang konteksnya ancaman mengandung pembatal ashlu al-iman, atau pembatal pokok-pokok iman yang wajib, sehingga harus ada penyaringan.
        Seringkali maksud para ulama terhadap ungkapan: “menafikan seluruh keimanan” adalah menafikanal-iman al-wajib, bukan al-iman al-mustahab.
        Batasan dibolehkannya vonis kafir tidak harus menunggu adanya pembatal ashlu al-iman, akan tetapi cukup dengan adanya dosa yang menghilangkan al-iman al-wajib.
        Harus dibedakan antara al-iman al-muthlaq (Iman yang mutlak) dengan muthlaqul iman (kemutlakan iman), dan at-tauhid al-muthlaq (tauhid yang mutlak) dengan muthlaqut tauhid (kemutlakan tauhid).
    Tidak membedakan antara al-iman al-haqiqiy dengan al-iman al-hukmiy
    Tidak membedakan antara loyalitas (terhadap orang kafir) yang menyebabkan kekufuran dengan interaksi yang baik terhadap orang kafir (yang mubah).
    Mencampur adukkan antara loyalitas yang menyebabkan kekufuran dengan mudahanah yang diharamkan atau mudarah yang disyariatkan
    Mencapur adukkan antara loyalitas yang menyebabkan kekufuran dengan taqiyyah yang dibolehkan
    Vonis kafir dengan klaim bahwa diam terhadap para penguasa memastikan ridha (setuju) akan kekafiran mereka, dan tidak mempertimbangkan kondisi istidl’af (lemah).
    Melontarkan hukum takfir dan konsekuensinya terhadap para istri dan anak aparat syirik dan undang-undang atau yang lainnya dari kalangan murtaddin serta tidak mempertimbangkan kondisi istidl’af (lemah).
    Tidak membedakan dalam konsekuensi takfir antara kafir mumtani’ dengan kafir maqduur ‘alaih.
    Menkafirkan setiap orang yang bekerja di dinas pemerintah kafir tanpa rincian
    Mengkafirkan setiap orang yang meminta tolong kepada thagut atau ansharnya atau mengadu ke mahkamahnya saat tidak ada payung penguasa islam tanpa rincian.
    Tidak membedakan antara mengikuti aturan administrasi (tata tertib) dan merujuk kepadanya dengan merujuk hukum kepada undang-undang kafir
    tidak membedakan antara al-hukmu bi ghairi maa anzalallah dengan sekedar meninggalkan sebagian hukum allah sesekali pada kasus tertentu sebagai maksiat.
    Mengkafirkan semua orang yang ikut serta di dalam pemilihan umum (nyoblos) tanpa rincian
    Tidak mengudzur dengan sebab kebodohan di dalam masalah yang samar (khafiyyah) dan yang lainnya.
    Mengkafirkan setiap orang yang menyelisihi ijma tanpa rincian.
    Tidak membedakan antara kufur riddah dengan kufur takwil serta menyamakan antara keduanya.
    Tidak membedakan antara bid’ah mukaffirah dengan maksiat dan bid’ah dalam furu’
    Mengkafirkan setiap orang yang tidak mengkafirkan para thaghut dengan klaim bahwa dia belum kufur kepada thaghut.
    Tidak membedakan dalam asbaabut takfir antara celaan terhadap dien dengan celaan terhadap orangnya.
    Mengkafirkan orang-orang yang menyelisihi karena sekedar intima’ mereka kepada jama’ah-jama’ah irja [Risalah Tsalatsiniyyah karangan Syaikh Al Maqdisi – semoga Allah segera membebaskan beliau –, silahkan kaji Ar-Risalah Ats-Tsalatsiniyyah Fi At-Tahdzir Min Al-Ghuluw Fi At-Takfir: 488-491.]

Saya katakan: seluruh peringatan Syaikh Abu Muhammad Al-Maqdisi di atas telah dilanggar oleh Jamaah Daulah dan para pendukung mereka, saya sendiri sudah berdialog dengan salah seorang pendukung Daulah yang dianggap sebagai ahli ilmu mereka. Yang saya dapati dari dirinya adalah pemikirannya sama dengan pemikiran Jamaah Daulah, maka saya nasehatkan dirinya untuk merujuk kembali Ats-Tsalatsiniyyah dan Ju’nah Al-Muthayyibin karangan Syaikh Abu Qatadah, semoga kemauannya untuk mengkaji kembali dua buku karangan dua syaikh tersebut akan memberikan manfaat kepadanya, atau minimal ia menyadari keadilan dari buku tersebut.

Syaikh Al-Maqdisi – semoga Allah segera membebaskan beliau – berkata di dalam risalah beliau, Waqafaat Ma’a Tsamarat Al Jihad:

“Saudara-saudara kami, kami ingatkan kalian dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam:

مَنْ خَرَجَ مِنْ أُمَّتِي عَلَى أُمَّتِي يَضْرِبُ بَرَّهَا وَفَاجِرَهَا لَا يَتَحَاشَ مِنْ مُؤْمِنِهَا وَلَا يَفِي بِذِي عَهْدِهَا فَلَيْسَ مِنِّي وفي رواية وَلَسْتُ مِنْهُ

“Dan barangsiapa keluar dari ummatku lalu (menyerang) ummatku dan membunuh orang yang baik maupun yang fajir, dan tak memperdulikan orang mukminnya serta tak pernah mengindahkan janji yang telah dibuatnya, maka dia tak termasuk dari golonganku.” Dalam riwayat lain disebutkan; “Dan saya bukan dari golongannya.” [HR. Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah.]

Apa faedah yang didapatkan mujahid dari jihadnya bila ia malah masuk dalam ancaman hadits ini dan ia dicakup oleh sikap keberlepasan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam darinya dan dari jihadnya.

Takutlah kepada Allah… takutlah kepada Allah dalam hak kaum muslimin, kehormatan mereka dan darah mereka. Takutlah kepada Allah… takutlah kepada Allah dalam hal jihad dan hasil-hasilnya.

Apa kalian tidak mengetahui bahwa siapa yang menggali sumur di tengah jalan kaum muslimin dan tempat lalu-lalang mereka kemudian orang muslim mati terperosok ke dalamnya maka ia wajib menunaikan kaffarat dan diyat ditunaikan oleh ‘aqilah-nya (ahli warisnya). Dan disamakan dengan sumur setiap lobang atau sebab kerusakan. Hal itu ditegaskan oleh sejumlah ahli fiqh pada penjelasan mereka terhadap hadits (tentang):

الْعَجْمَاءُ جَرْحُهَا جُبَارٌ وَالْبِئْرُ جُبَارٌ

“Perusakan yang dilakukan hewan ternak tidak ada ganti rugi, sumur (kebinasaan karenanya) tidak ada ganti rugi.” [HR. Bukhari dan yang lainnya]

Mereka menjelaskan bahwa kebinasaan (karena sebab) sumur yang tidak wajib diyat dan kafarat atas pemiliknya adalah sumur yang ia gali di tanah pemiliknya atau di tanah mati (tak bertuan) atau di pedalaman yang jauh dari jalan kaum muslimin.

Asy-Syafi’i berkata:

‘Orang yang meletakkan batu di tanah bukan miliknya adalah memikul tanggung jawab.’

Bahkan mereka menegaskan bahwa orang yang memasukkan hewan di jalan kaum muslimin lalu ia merubah alur jalan semestinya sehingga menginjak orang, maka sesungguhnya ia memikul ganti rugi. Sebagian mereka menegaskan bahwa siapa yang membiarkan (tidak peduli terhadap) perawatan tembok rumahnya kemudian tembok itu roboh menimpa orang muslim sehingga meningal, maka ia menanggung ganti rugi. Begitu juga orang yang mengeluarkan sesuatu dari batas rumahnya, seperti kayu atau yang lainnya, kemudian menimpa orang, maka ia memikul ganti rugi. Bahkan sebagian mereka menetapkan ganti rugi terhadap orang yang berwudhu lalu dia membuang air di jalan kaum muslimin, kemudian orang muslim lewat dan tergelincir dengan sebabnya.

Sesungguhnya ini adalah perihal darah kaum muslimin, bukan perkara main-main. Wajib kalian ketahui wahai saudara-saudara kami… bahwa darah orang muslim itu mahal dan kehormatannya sangat agung, serta penumpahan darah kaum muslimin itu adalah bahaya yang amat besar. Sedangkan membiarkan tidak membunuh seribu orang kafir –sebagaimana yang ditegaskan ulama kita– adalah lebih ringan daripada menumpahkan segelas kecil darah orang muslim secara sengaja.

Sungguh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mengumumkan pada umat di tanah haram pada bulan haram di hari haji akbar seraya mengatakan:

إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا فِي شَهْرِكُمْ هَذَا فِي بَلَدِكُمْ هَذَا إِلَى يَوْمِ تَلْقَوْنَ رَبَّكُمْ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ قَالُوا نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ اشْهَدْ فَلْيُبَلِّغْ الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَرُبَّ مُبَلَّغٍ أَوْعَى مِنْ سَامِعٍ فَلَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ

“Sesungguhnya darah kalian, harta-harta kalian haram atas kalian sebagaimana haramnya hari kalian ini, pada bulan kalian ini dan di negeri kalian ini hingga hari kalian berjumpa dengan Rabb kalian. Bukankah aku telah menyampaikannya?. Mereka menjawab: Ya, sudah. Kemudian Beliau melanjutkan: Ya Allah, saksikanlah. Maka hendaklah yang menyaksikan menyampaikannya kepada yang tak hadir, karena betapa banyak orang yang disampaikan dapat lebih mengerti dari pada orang yang mendengar. Dan janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, (janganlah) kalian saling memukul tengkuk kalian satu sama lain (saling membunuh).” [HR. Bukhari No.1625].” [Waqfaat Ma’a Tsamrat Al Jihad: 5-6]

Maka saya katakan: bagaimana dengan orang yang mengkafirkan orang muslim yang berjihad di jalan Allah dan menghalalkan darah dan hartanya serta memperlakukannya layaknya orang murtad? Cukuplah Allah sebagai pelindung kami, dan Ia adalah sebaik-baik pelindung, sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada-Nya lah kita kembali.

Akhir kata, segala puji bagi Allah rabb semesta alam, tidak ada permusuhan kecuali kepada orang-orang zhalim, shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Muhammad beserta keluarga dan para sahabat beliau.

Disusun oleh:
Abu Mariyah Al-Qahthani
Senin 24 Rabi’ul Awwal 1435 H

Dari Bumi Ribath Syam.

Note:

[1] Pengertian Ta’zir secara syari adalah: Hukuman yang tidak ditetapkan ketentuannya secara syar’i, baik terkait hak Allah atau hak adami, umumnya berlaku pada setiap maksiat yang tidak ada hukum hudud atau kaffarah.

[2] Al iman al wajib yaitu tambahan dari ashlul iman yang berupa berbuat kewajiban atau meninggalkan yang haram, sedangkan al iman al mustahab yaitu tambahan dari al-iman al-wajib yang berupa berbuat amalan-amalan yang sunah dan mustahab serta meninggalkan hal-hal yang makruh dan syubuhat.

15 Februari 2015

Do'a-do'a Tentang Hujan

    Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang (Arab badui) masuk ke dalam masjid pada hari Jum’at dari arah pintu yang mengarah kepada mimbar. Pada saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam sedang berdiri di mimbar dan menyampaikan khutbah.

Orang itu berdiri dan menghadapkan wajahnya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam, lalu berkata: “Wahai Rasulullah, binatang ternak telah mati dan jalan-jalan penghidupan telah terputus, maka berdoalah kepada Allah agar menurunkan hujan kepada kami.”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya dan berdoa:

«اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!”

Dalam lafal lain:

«اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!”

Anas bin Malik berkata: “Demi Allah, sebelum itu kami tidak melihat di langit awan yang berkumpul maupun awan yang terserak-serak, tidak juga tanda-tanda lainnya (suara guntur atau angin kencang, pent). Antara kami dengan bukit Sala’ juga tidak ada rumah dan gubuk (yang menghalangi kami dari melihat tanda-tanda hujan di langit, pent). Tiba-tiba dari arah belakang bukit Sala’ muncul awan tebal bagaikan perisai. Ketika awan itu telah berada di tengah langit, tiba-tiba ia berserak-serak, kemudian turun hujan yang sangat lebat. Demi Allah, selama enam hari penuh, kami tidak melihat matahari (selalu berawan tebal dan hujan deras, pent).

Pada hari Jum’at berikutnya kembali ada seorang laki-laki yang memasuki masjid dari arah pintu yang sama. Saat itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa salam sedang berdiri di atas mimbar dan menyampaikan khutbah. Sambil berdiri, orang itu menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam dan berkata: “Wahai Rasulullah, harta benda telah binasa dan jalan-jalan telah terputus (akibat hujan deras dan banjir selama tujuha hari, pent), maka berdoalah kepada Allah agar menahan hujan!”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengangkat kedua tangannya dan berdoa:

«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, perbukitan, perut-perut lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.”

Dalam riwayat lain dengan lafal:

«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالجِبَالِ وَالآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, pegunungan, perbukitan, lembah-lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.”

Maka hujan pun berhenti. Kami berjalan-jalan di bawah terik sinar matahari.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)

Doa meminta hujan

«اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا، اللَّهُمَّ اسْقِنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!” (HR. Bukhari no. 1013 dan Muslim no. 897)

«اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اللَّهُمَّ أَغِثْنَا»

“Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan! Ya Allah, berilah kami hujan!” (HR. Bukhari no. 1014 dan Muslim no. 897)

Doa saat melihat hujan

Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam jika melihat hujan maka beliau membaca doa:

اللهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

“Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang membawa manfaat.” (HR. Abu Daud no. 5099, An-Nasai no. 1523, Ahmad no. 24144, dan Ibnu Hibban no. 993 dengan lafal Ahmad)

«اللهُمَّ صَيِّبًا هَنِيئًا»

“Ya Allah, jadikanlah ia hujan yang tenang.” (HR. Ahmad no. 24589, An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra no. 10687, Ibnu Majah no. 3890, Al-Baihaqi no. 6466)

Doa saat melihat hujan deras yang membawa bahaya

«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُونِ الأَوْدِيَةِ، وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, perbukitan, perut-perut lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)

«اللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا، وَلاَ عَلَيْنَا، اللَّهُمَّ عَلَى الآكَامِ وَالجِبَالِ وَالآجَامِ وَالظِّرَابِ وَالأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ»

“Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan atas kami! Ya Allah, turunkanlah hujan pada dataran tinggi, pegunungan, perbukitan, lembah-lembah dan tempat-tempat tumbuhnya tanaman.” (HR. Bukhari no. 1013, 1014 dan Muslim no. 897)

Doa setelah selesai hujan

مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ

“Kita telah diberi hujan dengan karunia dan rahmat Allah semata.” (HR. Bukhari no. 847 dan Muslim no. 71)

Demikianlah beberapa do'a berkaitan dengan hujan, semoga kita senantiasa diberi kekuatan oleh Allah subhanahu wa ta'ala untuk mengamalkannya.

Wallahu A'lam

14 Februari 2015

Kerusakan Hari Valentine

Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Cikal Bakal Hari Valentine

Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.

Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine

The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.

Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.

Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).

Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)

Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:

    Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
    Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
    Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
    Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

    Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.

Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir

Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ

“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)

Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman

Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)

Ibnul Jauziy dalam Zaadul Masir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.

Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti

Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.

Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

مَا أَعْدَدْتَ لَهَا

“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”

Orang tersebut menjawab,

مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,

أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ

“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,

فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”

Anas pun mengatakan,

فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ

“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”

Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?

Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat

“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)

Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.

Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina

Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.

Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.

Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)

Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan

Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Penutup

Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”

Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.

Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.

Panggang, Gunung Kidul, 12 Shofar 1430 H

Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya

Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal

11 Februari 2015

Sepotong Coklat di Hari Valentine

Kenapa yang dihadiahi biasanya adalah coklat di hari valentine? Bolehkah memberi hadiah tersebut pada rekan, teman atau kekasih di hari tersebut? Bagaimana jika kita diberi coklat, apakah boleh kita terima?
Ini Alasannya Kenapa Perayaan Valentine Identik dengan Coklat

Ternyata, coklat mengandung phenylethylamine yang berfungsi membantu penyerapan dalam otak dan menghasilkan dopamine yang akan menyebabkan perasaan gembira, meningkatkan rasa tertarik dan dapat menimbulkan perasaan jatuh cinta. Tidak heranlah coklat menjadi pilihan hadiah tanda cinta. Disebabkan oleh teksturnya yang lembut dan mudah larut secara perlahan memberikan kesan sensual bagi orang yang menikmatinya. Selain itu,coklat dapat memberikan kesan nyaman, rileks dan dapat meningkatkan gairah seksual.

    Berarti ada tujuan tidak baik di balik coklat, apalagi jika dilihat pasangan yang diberi masih belum halal karena belum ada akad nikah? Lihat saja, meningkatkan gairah seksual. Apa maksudnya? Apa ingin menghalalkan zina dengan hadiah coklat tersebut? Wallahul musta’an.

Masalah Merayakan Valentine

Intinya, merayakan valentina atau hari kasih sayang, ada beberapa sisi kerusakan:
1- Merayakan perayaan non muslim

Jelas banget, hari valentine bukanlah perayaan muslim. Perayaan atau hari besar kaum muslimin hanyalah dua, tidak ada yang lainnya. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata,

قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلأَهْلِ الْمَدِينَةِ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ « قَدِمْتُ عَلَيْكُمْ وَلَكُمْ يَوْمَانِ تَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ يَوْمَيْنِ خَيْراً مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ النَّحْرِ

“Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, penduduk Madinah memiliki dua hari raya untuk bersenang-senang dan bermain-main di masa jahiliyah. Maka beliau berkata, “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya di masa Jahiliyah yang kalian isi dengan bermain-main. Allah telah mengganti keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian, yaitu hari raya Idul Fithri dan Idul Adha (hari Nahr)” (HR. An Nasai no. 1556 dan Ahmad 3: 178, sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim sebagaimana kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth).

Kita pun dilarang tasyabbuh dengan non muslim, yaitu dilarang meniru non muslim dalam perayaan mereka. Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا

“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

أَنَّ الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ

“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).

Imam Adz Dzahabi juga berkata,

فإذا كان للنصارى عيد ، ولليهود عيد ، كانوا مختصين به ، فلا يشركهم فيه مسلم ، كما لا يشاركهم في شرعتهم ولا قبلتهم

“Orang Nashrani punya perayaan, demikian pula orang Yahudi, di mana mereka mengistimewakan hari tersebut. Maka janganlah seorang muslim meniru mereka dalam perayaan tersebut. Sebagaimana kita dilarang meniru syari’at dan tidak mengikuti kiblat mereka.” (Tasyabbuh Al Khosis bi Ahlil Khomis, tersebut dalam Majalah Al Hikmah 4: 193)

Jelas sekali, merayakan valentine termasuk dalam meniru orang kafir. Karena perayaan tersebut sama sekali bukanlah perayaan muslim, namun diimpor dari barat. Sejarah valentine bermula dari:

– Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.

– Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.

– Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.

– Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.

Jadi pemuda yang merayakannya saat ini hanyalah latah mengikuti budaya barat.
2- Cinta kasih yang tidak halal

Yang ada di hari kasih sayang atau valentine day adalah cinta kasih yang tidak halal. Karena yang merayakannya adalah muda-mudi dengan saling memberi hadiah, kencan berdua, bergandengan tangan, bahkan mejeng di kegelapan demi menyatakan cinta di hari tersebut. Ini tentu saja cinta kasih yang tidak halal. Cinta kasih yang halal dalam Islam hanyalah dinyatakan lewat nikah. Cinta kasih bukan dinyatakan lewat pesan singkat, telepon, jalan berdua, berdua-duaan, kencan dinner, dinyatakan dengan pemberian coklat, bahkan ada yang membuktikannya dengan zina. Cinta sejati dibuktikan dengan menikah karena itulah yang halal bahkan berpahala di sisi Allah.

Inilah manfaat nikah. Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu,  ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا تَزَوَّجَ العَبْدُ فَقَدْ كَمَّلَ نِصْفَ الدِّيْنِ ، فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي النِّصْفِ البَاقِي

“Jika seseorang menikah, maka ia telah menyempurnakan separuh agamanya. Karenanya, bertakwalah pada Allah pada separuh yang lainnya.” (HR. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah no. 625)

Al Ghozali rahimahullah (sebagaimana dinukil dalam kitab Mirqotul Mafatih) berkata, “Umumnya yang merusak agama seseorang ada dua hal yaitu kemaluan dan perutnya. Menikah berarti telah menjaga diri dari salah satunya. Dengan nikah berarti seseorang membentengi diri dari godaan syaithon, membentengi diri dari syahwat (yang menggejolak) dan lebih menundukkan pandangan.”

Jadi dengan menikah berarti menjaga agama. Sebaliknya, menyalurkan cinta lewat pacaran malah merusak agama seseorang.
3- Berzina atau melakukan hal-hal yang merupakan perantara menuju zina

Inilah yang nyata saat merayakan valentine, setiap pasangan akan menyatakan cinta pada yang lain. Bahkan ada yang membuktikan dengan cara yang parah sampai berzina. Padahal mendekati zina saja tidak boleh apalagi sampai berzina,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra’: 32). Kata Al Qurthubi, ayat ini sangat bagus dan lebih menunjukkan larangan daripada perkataan “Janganlah melakukan zina”. Maksudnya, larangan tersebut untuk mendekati, tentu saja jika sampai terjerumus, jelas terlarangnya.

Allah Ta’ala berfirman,

وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyembah Rabb yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.
4- Menghambur-hamburkan uang

Memberi coklat dan hadiah pada pasangan pada hari valentine juga termasuk tabdzir atau menghambur-hamburkan uang. Karena yang disebut tabdzir adalah menyalurkan harta pada suatu yang haram dan sia-sia.

Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 5: 68).

Menghambur-hamburkan harta dalam hal yang sia-sia ini termasuk temannya setan sebagaimana disebutkan dalam ayat,

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’: 26-27).
Bolehkah Menerima Coklat yang Diberi di Hari Valentine?

    Sama halnya dengan acara perayaan yang tidak ada tuntunan lainnya -seperti ulang tahun-, maka menerima hadiah dari coklat di hari valentine mesti menimbang maslahat dan mudhorot.

Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata mengenai hukum menerima kado ulang tahun, “Menerima hadiah dari acara yang tidak ada tuntunan tidak dibolehkan karena hal itu termasuk menyokong acara tersebut tetap laris manis. Maka hendaklah menolak hadiah tersebut dengan cara yang halus. Namun jika khawatir merusak hubungan dengan rekan kita, maka jelaskan padanya bahwa kita menerima hadiah karena itu hadiah saja bukan maksud mendukung acara yang tidak ada tuntunan tersebut. Dengan menambahkan keterangan bahwa kita tidak lagi akan menerima kado seperti itu di masa akan datang. Juga tidak perlu membalas memberikan hadiah di hari ulang tahunnya.” (Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 146449). Menerima hadiah di hari valentine seperti itu pula, timbang-timbanglah maslahat dan bahayanya.

Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.

Disusun di waktu Dhuha di Pesantren Darush Sholihin, 11 Rabi’uts Tsani 1435 H

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Muslim.Or.Id

BACA JUGA

KESURUPAN DALAM TINJAUAN AKIDAH ISLAM

  Oleh Ustadz DR. Ali Musri Semjan Putra, MA Para pembaca yang dirahmati Allâh Azza wa Jalla Semoga Allâh Azza wa Jalla senantiasa menjadika...